Sabtu, 13 Agustus 2011

Gadis Islandia itu Temukan Islam di Amerika

Kisah perjalanan menuju Islam gadis asal Islandia ini cukup menarik. Betapa tidak, seperti pengakuannya, di negaranya Islam hampir tak ada gema, saking minoritasnya. Dia sedikit tahu Islam justru ketika melakukan kontak dengan temannya, juga dari Islandia, yang sedang ikut pertukaran pelajar di Indonesia. Lalu, satu ketika, dia dapat beasiswa untuk belajar di AS. Dalam rombongannya ada seorang mahasiswa asal Mesir. Dari pemuda Mesir inilah dia mulai tahu Islam lebih jauh. Alhasil, di Amerika dia lebih banyak mencari tahu Islam hingga akhirnya bersyahadah melalui fasilitas chating di internet. Aminah, begitu namanya selepas memeluk Islam, menceritakan kisah uniknya.
00O00
“Nama saya Aminah dan memeluk Islam pada 31 Januari 1999 di usia 23 tahun. ?Saya sendiri lahir di Islandia pada tahun 1976. Keluarga besar saya semuanya anggota jamaah gereja Protestan. Saya sendiri termasuk di dalamnya dan aktif di sekolah minggu. Begitupun, kendati agama senantiasa hadir dalam keseharian namun hal itu tak banyak berperan banyak dalam perjalanan hidup saya,” tutur Aminah di awal kisahnya.
Lingkungan gereja
Sejak kecil memang dia sudah hidup dalam lingkungan agamis. Misalnya, di sekolah tempat Aminah belajar, rutin diadakan program kemah musim panas yang dikoordinir oleh sebuah organisasi berafiliasi agama Kristen. Lalu, nenek Aminah juga sering menemani sebelum tidur. Bahkan sang nenek juga mengajarkan doa tertentu di kala hendak tidur.? Namun, seperti diakui Aminah, keluarganya tidaklah begitu sering ke gereja dan agama juga tidak tampak berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari keluarga mereka.
“Oya di Islandia ada tradisi gereja bagi remaja yang beranjak dewasa, yakni di usia 14 tahun mereka ?musti dibaptis. Nah ketika itu saya dihadapkan pada satu kondisi, apa saya juga musti dibaptis atau tidak? ?Apa saya sudah cukup dewasa dan sudah pantas dibaptis? Waktu itu, saya sangat yakin adanya tuhan. Bahkan boleh dibilang tingkat keyakinan saya ini melebihi orang-orang lain. Jadi sudah pantas untuk dibaptis. Saya merasa, jika tidak melakukan itu maka sama saja tidak percaya adanya tuhan. Buat saya yang aktif ke gereja tentu hal ini sangat tragis,” tutur Aminah yang akhirnya memilih dibaptis oleh gereja.
Beberapa hari sebelum acara baptis, semua anak diwajibkan mengikuti kelas khusus berisi petunjuk-petunjuk dari pendeta. Demikian juga dengan kunjungan ke gereja juga tak boleh bolong-bolong. Intinya, sebelum dibaptis hati musti “dibersihkan” terlebih dahulu. “Begitulah tradisi yang? saya maksud itu,” imbuh dia.
Mulai tinggalkan gereja
Selepas dibaptis, Aminah rupanya masih tetap aktif hadir di kelas khusus itu. Namun tak berlangsung lama hingga dia memutuskan untuk berhenti ke gereja. “Mungkin ini bukan keputusan yang benar saat itu. Tapi jujur saja, selama ke gereja saya tak mendapat apa-apa. Tak ada perubahan sama sekali dalam jiwa saya,” aku Aminah lagi.
Alhasil, di tahun berikutnya Aminah makin tak bergairah lagi ke gereja dan perlahan agama pun mulai terkikis dari dirinya. “Saya memang sering berdoa pada tuhan, tapi tak pernah menemukan ketenangan jiwa. Saya percaya akan keberadaan tuhan. Tapi apakah itu sudah cukup?,” kata dia.
“Di Islandia Islam tidak begitu dikenal. Sangat minoritas. Karena itu saya tidak mengikuti perkembangannya. Di sekolah, kami tak pernah diberitahu tentang agama lain. Yang kami tahu cuma Kristen saja. Hanya ada sedikit informasi tentang agama Yahudi. Hingga beranjak dewasa, saya masih belum banyak memperoleh info tentang Islam. Yang? saya tahu kala itu Islam identik dengan Muhammadism atau ajaran Muhammad. Tapi apa itu Islam saya tidak tahu,” ungkap Aminah.
Kontak dengan rekan di Indonesia
Aminah, seperti orang-orang di Barat lainnya, hanya mendapatkan info Islam melalui media, Koran atau majalah saja. “Tentu saja secara umum tidak cukup untuk menggambarkan Islam yang sebenarnya. Kesan negatif akan Islam yang paling mencuat. Untungnya saya tidak sampai membenci Islam karena berita-berita miring itu,” tukas dia.
Rupanya kontak rutin dengan salah seorang rekannya, juga dari Islandia, yang sedang ikut program pertukaran pelajar di Indonesia sangat membantu Aminah dalam memahami Islam. “Waktu itu saya ada di Venezuela ikut pertukaran pelajar. Nah seorang sejawat saya ikut program yang sama dan dikirim ke Indonesia. Dari dialah saya dapat banyak info Islam di Indonesia. Ketika teman ini pulang ke Islandia, dia cerita hal-hal menarik dan positif dari Islam itu. Tentu saja apa yang diceritakan kawanku itu sangat berbeda dengan yang diberitakan di media,” lanjutnya.
Kenal pemuda Mesir
Aminah mengaku tidak tahu kapan pertamakali dia bersentuhan dengan Islam. Suatu ketika di musim gugur tahun 1997 dia berangkat ke Georgia, AS untuk mengikuti program beasiswa Rotary selama satu tahun. “Nah dalam rombongan universitas kami ada seorang mahasiswa asal Mesir? yang juga ikut program beasiswa ini. Melalui hubungan persahabatan dengan pemuda Mesir itu pula saya mulai tahu Islam. Dia sering bercerita banyak tentang Islam. Tak hanya itu, kuamati dia sering mempraktekkan apa yang dia katakan. Misalnya shalat,” ungkap Aminah tentang perkenalan pertamanya dengan Islam.
Perlahan Aminah pun mulai tertarik dengan Islam. Dia sering terlibat dalam diskusi dengan mahasiswa Mesir dan bahkan sering adu argumentasi. Merasa belum puas, atas inisiatif sendiri, Aminah mencari lebih lanjut perihal Islam. “Internet sangat membantu dalam mencari tahu apa itu Islam. Juga buku-buku Islam, termasuk di dalamnya Alquran,” aku dia. Situs www.BeConvinced.com adalah salah satu situs yang sempat jadi panduannya belajar Islam.
Upaya Aminah untuk mengenal Islam lebih dalam makin membuncah tatkala dia mudik ke Islandia di musim panas 1997. Namun Amerika sangat berkesan baginya. Hingga, atas inisiatif sendiri, dia kembali lagi ke AS guna meneruskan studinya di sana. “Selama di AS, dalam jangka waktu yang lumayan lama, satu-satunya orang yang sering saya ajak diskusi, bertanya dan berdebat Islam adalah bekas teman satu rombongan dulu yakni pemuda Mesir itu,” lanjutnya.
Belajar Islam di internet
“Selanjutnya saya banyak dapat teman chating lewat internet. Melalui media online itu pula saya menemukan sebuah nuansa keakraban yang tiada tara. Kami saling tukar pengalaman, diskusi dan mereka, teman-teman muslim itu, sangat banyak membantu aku dalam memahami Islam,”aku Aminah.
Kala pertamakali Aminah melakukan upaya pencarian apa itu Islam, dia mengaku sangat terpesona dan menemukan banyak hal-hal yang luar biasa tentang Islam yang tidak diketahui sebelumnya. “Entah kenapa waktu itu saya jadi begitu bergairah dan sulit untuk dibendung. Rasa ingin tahu semakin tinggi. Makin saya baca sesuatu hal tentang Islam semakin menarik, lalu ingin membaca lagi, lagi dan lagi. Akan tetapi untuk jangka waktu yang lama ada begitu banyak hal yang belum saya pahami. Butuh yang cukup lama untuk bisa mengerti hal-hal pelik tersebut,” aku Aminah.
“Jujur saja, pada periode awal saya mencoba segala cara untuk menemukan hal-hal negatif dalam Islam. Saya katakan pada diri sendiri “kamu tidak mungkin jadi seorang muslim.” Dalam masa-masa pencarian itu saya merasa kagok dan bingung. Saya pikir, ah lebih baik hidup saja seperti yang sedang saya jalani sebelumnya, daripada menerima kbenaran dan berbagai perubahan dalam gaya hidup. Mungkin inilah saat-saat yang paling berat dalam fase pencarian kebenaran Islam saya,” tandas Aminah.
Seperti diakui Aminah, adakalanya dia merasa Islam adalah agama yang benar dan dia benar-benar ingin dekat dengan Tuhan. Dan ingin jadi muslim segera. Tapi di lain waktu, seakan ada bisikan lain, saya menemukan berbagai hal negatif dalam Islam. “Seakan-akan ada satu malaikat di telinga kanan yang mengatakan kebenaran, lalu ada syeitan di telinga kiri yang mencegahku menuju Islam,” ungkap dia.
“Namun akhirnya saya meluruskan hati kembali dan berhenti mendengar suara “syeitan kecil” itu dan melihat cahaya kebenaran dalam Islam. Saya ingin dekat dengan Tuhan dan menjalani kehidupan sebagai seorang muslim,” lanjutnya lagi.
Bersyahadah lewat chating
Segera setelah keputusan itu dibuat, persis tengah malam, Aminah mengontak teman chatingnya untuk melakukan kontak online via internet. Waktu itu dia hendak menyatakan kesiapannya masuk Islam dan ingin mengucapkan kalimah syahadah.
“Waktu lagi chating saya sebutkan rencana untuk melakukan prosesi syahadah di pengajian muslimah esok pagi. Tapi entah bagaimana, mendadak saya berubah pikiran. Kenapa harus menunggu besok? Apa tidak mungkin syahadah secara online saja, begitu pikir saya. Lalu saya putuskan untuk bersyahadah saat itu juga. Segera saya cari seorang muslimah lain untuk ikut chating. Nah melalui fasilitas chatroom akhirnya saya pun “mengucapkan” syahadah lewat internet,” kisah Aminah tentang prosesi syahadahnya.
Latifah, salah satu muslimah yang ikut chating, menyela sebab Aminah melakukan syahadah dengan mengetik kedua kalimah syahadah di halaman chating.
“Saya salah satu saksi syahadahmu, tolong prosesi syahadah diulang. Kamu harus mengucapkan dengan lisan kamu dan bukannya dengan cara mengetik seperti ini,” seru Latifah. Begitulah, akhirnya di tengah malam buta itu Aminah pun bersyahadah dengan lisannya hingga bisa didengar oleh kedua rekan chatingnya via earphone. Subhanallah, internet telah membantu seorang muslimah untuk mendapat hidayah Allah dan akhirnya memeluk Islam.
“Selama jadi muslim, saya melewati banyak masa-masa manis disamping ada juga waktu-waktu sulit sebagai muallaf baru. Saya masih perlu belajar lebih keras lagi untuk mendalami Islam dan menjadi seorang muslim yang baik dan taat. Pada saat yang sama saya pun harus menjaga hubungan baik dengan keluarga dan teman-teman saya. Kendati mereka menaruh kesan negatif pada Islam saya tetap melakukan kontak dengan mereka. Saya yakin telah membuat keputusan yang benar dalam hidup ini. Terima kasih ya Allah telah Engkau tuntun saya menuju jalan kebenaran,” tutup Aminah seraya berharap keluarga dan teman-temannya segera mendapat hidayah-Nya. Amiin. [Zulkarnain Jalil/www.hidayatullah.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.