Selasa, 20 September 2011

Penyimpangan Wahabi Dalam Masalah Ziarah Nabi saw.


Masalah ziarah makan suci Nabi Muhammad saw. telah menjadi bulan-bulan pembid’ahan bahkan tidak jarang juga pensyirikan oleh kaum Wahabi yang sekarang menduduki dan mengusai tanah suci kaum Muslimin, setelah sebelumnya dikuasai oleh Ahlusunah wa al Jama’ah. Kaum Wahabi selalu berjaga-jaga di sekitar pusara suci baginda Rasulullah saw., selalu menghalau rombongan kaum Muslimin yang hendak melepas rasa rindu mereka kepada Nabi Muhammad saw. dengan mengusap, mencium dinding dan jeruji makan suci beliau, meneteskan air mata kerinduan dan kecintaan, memanjatkan doa kepada Allah SWT di hadapan pusara Rasul pilihan-Nya, dan Nabi kesayangan-Nya.… Ya mereka selalu menghalau kafilah para pecinta baginda Rasulullah saw., dan delegasi kerinduan, dengan kata-kata kasar bak mengusir para pengacau atau rombongan penyamun… Sesekali dengan jeritan syirk-syirik! bid’ah! bid’ah! Al qiblah hunâ (kiblat di arah sana), dan sesekali sambil mendorong para peziarah dan tidak jarang menggesuh mereka dengan tongkat kecil bak menggesuh sekawanan domba! Apakah itu Aklak Islam? Tentu bukan, itu akhlak wahabi!
Demikianlah kaum Wahabi yang berjiwa kaku dan berhati batu menyambut para pecinta Nabi Muhammad saw. Sungguh keterlaluan perlakuan mereka itu!
Arab-arab Baduwi jebolan kampong-kampong padang pasir tandus itu mengira bahwa kaum Muslimin datang ke pusara suci Nabi mereka untuk menyembah Nabi saw., karenanya Arab-arab Baduwi berhati batu itu hendak menghalau mereka dan “menyelamatkan mereka dari jurang kemusyrikan”. Subhanallah, alangkah dungu kaum Wahabi itu! Sepertinya ketika Allah membagi-bagi akal sehat kepada bani Adam, Arab-arab Baduwi absent sehingga tidak kebagian! Mungkin kali!

Dan lebih biadab lagi adalah sering disaksikan oleh para jama’ah haji bahwa para penjaga itu berdiri di depan pusara suci Nabi saw. sambil meletakkan kaki busuk mereka di dinding makan tersebut. Semoga Allah membalas kekurang ajaran mereka. Amîn.
Namun demikian, mereka dalam sikap sesat mereka itu selalu mengatasnamakan “pemurnian akidah” dari muatan-muatan syirik dan bid’ah dhalalah! Serta selalu mengatasnamakan nama besar Mazhab Hanbali!! Sementara itu para ulama besar mazhab Hanbali sangat bertolak belakang dengan sikap sesat kaum Wahabi!
Berangkat dari kesesatan mereka dalam sikap sû’ul adab ke Hadrat Mu’adzdzam Rasulullah saw., bangkitlah Imam Besar Ahlusunnah Abad 21, as Sayyid al Allamah al Muhaddits, Abuya Muhammad bin Imam Alawi bin Imam Abbas al Maliki untuk membongkar kedok kesesatan mereka, walaupun resiko demi resiko beliau hadapi dari kaum Wahabi Arab Saudi yang tidak punya adab, seperti Ibnu Manî’ dan kawan-kawan.
Dalam buku beliau Mafahim Yajibu an Tushahha, as Sayyid al Allamah al Muhaddits, Abuya Muhammad al Maliki rh. mengujat habis kaum Wahabi dungu itu dengan menyebutkan fatwa-fatwa para pembesar ulama Islam dari berbagai mazhab, yang terpenting untuk membongkar kepalsuan kaum Wahabi, beliau membawakan fatwa-fatwa para pembesar mazhab Hanbali sendiri.
Di bawah ini aka saya kutipkan fatwa-fatwa tersebut sebagaimana di sebutkan oleh beliau.
1. Syeikh Abu Muhammad ibnu Qudamah al Hanbali –penulis kitab al Mughni-:
Syeikh Abu Muhammad Muwaffaquddin Abdullah bin Qudamah al Hanbali- Imam dan pemuka mazhab Hanbali di masanya- berkata dalam kitabnya al- Mughni, 3/556, ‘Dan di istihabkan (disunnahkan) menziarai makan Nabi saw. atas dasar riwayat ad Dâruquthni dari Ibnu Umar, ia berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang menunaikan ibadah haji lalu menziarai kuburanku setelah kematianku maka seakan ia menziaraiku di kala hidupku.”
Dalam riwayat lain:
مَنْ َزَارَ قبْرِيْ وجَبَتْ لَهُ شفاعَتِيْ.
“Siapa yang menziarai kuburanku maka tetap baginya syafa’atku.”
Dengan redaksi pertama, ia meriwayatkannya dari Sa’id, ia berkata, ‘Hafsh bin Sulaiman menyampaikan hadis kepadaku dari Laits dari Mujahid dari Ibnu Umar. Ahmad berkata dalam riwayat Abdullah dari Yazid bin Qasîth dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda:
مَا مِنْ أحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ عند قبْرِيْ إلاَّ رَدَّ اللهُ عليَّ روحِيْ حتَّى أّرُدَّ عليهِ السلامَ.
“Tiada seorang yang mengucapkan salam kepadaku di sisi kuburanku melainkan Allah akan mengembalikan ruhku sehingga aku menjawab salamnya.”
…. Telah diriwayatkan dari al Utbi bahwa ia berkata, “Aku duduk di sisi pusara Nabi saw., lalu datanglah seorang Arab dusun seraya berkata, ‘Salam atasmu wahai Rasulullah. Aku mendengar Allah berfrirman, “Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.4;64) Wahai Rasulullah, aku datang menghadapmu dengan memohon ampunan atas dosaku, meminta syafa’atmu menuju Tuhanku! Kemudian orang itu menggubah bait-bait syair:
Wahai sebaik-baik yang dikebumikan tulang-tulangnya di area ini… maka menjadi harumlah area ini dan dataran-dataran sekiratnya.
Jiwaku adalah tebusan bagi kuburan yang engkau adalah penghuninya… di dalamnya terdapat harga diri, kedrmawanan dan kemuliaan.
Kemudian orang itu pergi, dan akupun tertidur. Dalam tidurku aku mimpi berjumpa dengan baginda Nabi saw., beliau berkata kepadaku, ‘Hai Utbi kejarlah orang Arab dusun, dan berita gembirakan ia bahwa Allah telah mengampuninya.”
Allah Akbar, betapa mulianya kedudukanmu wahai Rasulullah saw. di sisi Allah! Kendati kita tidak ditakdirkan hidup sezaman dengan beliau, semoga kita dikeruniai kesempatan untuk bermanja-manja dengan baginda Rasululah saw. di sisi pusara suci beliau dan mendapat berkah beliau dengan diampuninya semua doso-dosa kita. Amîn.
2. Syeikh Abul Faraj bin Qudamah al Hanbali-penulis kitab asy Syarhu al Kabir-
Syeikh Syamsuddin Abul faraj Abdurrahman bin Qudamah al Hanbali dalam kitab asy Syarhu al Kabir-nya, 3/495 menerangkan:
(Masalah): Jika selesai dari menunaikan ibadah haji, diistihbabkan menziarai kuburan nabi saw. dan kburan kedua teman beliau ra. … (Setelah itu beliau menyebutkan redaksi salam yang baik untuk diucapkan kepada Nabi saw., di antaranya beliau mengatakan): Ya Allah, Engkau telah berfirman, dan firman-Mu adalah haq,”Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS.4;64) Dan aku datang kepadamu dengan memohon ampunan dari dosa-dosaku, meminta syafa’atmu menuju Tuhanku. Ya Allah, aku memohon kepadamu agar Engkau mengabulkan bagiku ampunan, seperti Engkau mengabulkan bagi yang mendatangi Nabi-MU di masa hidupnya. Ya Allah jadikan beliau pertama pemberi syafa’at, paling sukses permohonannya dan paling mulianya makhluk terdahulu dan akhir. Dengan rahmat-Mu wahai Zat Yang Paling Berbelas kasih.
Selain fatwa dua ulama besar Hanabilah di atas masih banyak lainnya. Setelahnya Al Allamah As Sayyid Muhammad bin Alawi juga menyebutkan qasidah Ibnu al- Qayyim al Jauziah, pada akhir bait qasidah disebutkan:
Inilah ziarahnya orang yang senantiasa berpegang teguh dengan Syari’at Islam dan imam…
Ia adalah paling afdhalnya amal perbuatan dalam mizan kelak di hari mahsyar.
Setelahnya, Abuya berkomentar, “Perhatikan ucapan beliau di atas Ia adalah paling afdhalnya amal perbuatan…. Dan Allah telah membutakan mata hati sebagian orang sehingga tidak membacanya dan ia mengingkarinya.
Jelas Kaum Wahabi-lah yang beliau maksud. Semoga Allah menerangi mata hati kita dengan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Beliaun rh. Juga menyebutkan sebuah riwayat tentang sikap Imam Ahmad bin Hanbal-rujukan utama kaum Wahabi seperti klaim mereka- bahwa mengusap dan menciuam pusara suci Nabi saw. dengan tujuan mencari berkah adalah tidak apa-apa. Bukan bid’ah apalagi musyrik!
Jadi, kalau begitu kaum Wahabi yang memusuhi beliau dan para ulama Ahlusunnah itu sebenarnya mengikuti siapa ya?
Saya harap, ente ente yang telah kejangkitan virus Wahabisme membaca buku-buku ulama kami, khususnya buku Sayyidina Ustadz Al Allamah Doktor Muhammad Alawi Al Maliki rh, wabil khusus buku Mafahîm beliau, agar ente ente mengerti kedunguan pendapat ulama-ulama Arab Baduwi SA.
Ana tunggu di sini bantahannya!
(Sumber Mafâhim Yajibu an Tushahha:190-191 dan203, cet. Dar al Insân, Kairo, thn.1405 H/1985M ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.