Senin, 05 September 2011

TAFSIR SUFI (1)


By. Hendra Eko P

Dalam kaitannya bahwa makna tafsir yaitu menerangkan makna-makna al-Qur’an dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya,[1] sedangkan sufi atau tasawuf yaitu berasal dari kata shafaa, yang berarti bersih, jernih. Dinamakan salik, bagi siapa yang berjalan di jalan Allah dengan cara-cara shufi, karena bersih hatinya, suci batinnya dan bersih lahirnya selain dari pada Allah.[2] Sedangkan dalam pengertian yang lain yaitu bahwa apabila yang dimaksud dengan tasawuf adalah prilaku ritual yang dilakukan untuk menjernihkan jiwa dan menjauhkan diri dari kemegahan duniawi melalui zuhud, kesederhanaan beribadah.[3]

Corak Tafsir  Sufi
Tasawuf merupakan kata yang tidak asing dalam khazanah pengetahuan Islam, karena di samping telah menjadi suatu disiplin ilmu tertentu tasawuf juga dalam sejarah perkembangannya telah mempunyai banyak penganut yang dihadapkan atas berbagai polemik.
Para ulama berbeda pendapat mengenai asal-usul kata tasawuf, hal ini terjadi karena istilah tasawuf sendiri tidak pernah dipakai dalam al-Qur’an ataupun hadis Nabi. Sehingga tidak mengherankan jika sufi atau tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab yang mengandung arti suci.  Timbulnya tasawuf dalam Islam adalah karena adanya segolongan umat Islam yang belum merasa puas dengan pendekatan diri kepada Tuhan melalui ibadat, puasa dan haji. Mereka ingin merasa lebih dekat lagi dengan Tuhan dengan cara hidup menuju Allah dan membebaskan diri dari keterikatan mutlak pada kehidupan duniawi, sehingga tidak diperbudak harta atau tahta, atau kesenangan dunia lainnya. kecenderungan seperti ini secara umum terjadi pada kalangan kaum muslim angkatan pertama. Al-Zahabi membenarkan bahwa praktik tasawuf semacam di atas telah dikenal sejak masa awal Islam, banyak di antara sahabat yang melakukan praktik tasawuf yaitu hidup dalam zuhd dan ibadah dan yang lainnya, tetapi mereka belum mengetahui istilah tasawuf.
 Pada angkatan berikutnya (abad ke-2 H. dan seterusnya), secara berangsur-angsur terjadi pergeseran nilai sehingga orientasi kehidupan dunia menjadi lebih berat. Ketika itulah angkatan pertama kaum muslim yang mempertahankan pola hidup sederhana lebih dikenal dengan kaum sufiyah. Pada masa ini pulalah istilah tasawuf mulai dikenal. Dan orang yang dianggap pertama kali menggunakan istilah sufi adalah Hasyim al-Sufi (w. 150 H.).
Praktik-praktik zuhud yang dilakukan ulama angkatan I dan II berlanjut sampai pada masa pemerintahan Abbasiyah (4 H.), ketika itu umat Islam mengalami kemakmuran  yang melimpah, sehingga di kalangan atas dan menengah terdapat pola kehidupan mewah. Pada masa itu gerakan tasawuf juga mengalami perkembangan yang tidak terbatas hanya pada praktik hidup sederhana saja, tetapi mulai ditandai dengan berkembangnya suatu  cara penjelasan teoritis yang kelak menjadi suatu disiplin ilmu yang disebut dengan ilmu tasawuf.   Pada masa ini tasawuf telah mengalami percampuran dengan filsafat dan  kalam, sehingga munculah apa yang dikenal dengan tasawuf falsafi nazari dan tasawuf ‘amali. Tasawuf falsafi yaitu yang menjadikan tasawuf sebagai kajian dan pembahasan. Adapun tasawuf ‘amaly yaitu tasawuf yang dibangun dengan praktik-praktik zuhud taat kepada Allah swt. [4]
 Dari hal tersebut di atas mulai adanya ketidakmurnian dalam tasawuf, orang-orang yang bukan ahlinya mencoba mempelajari tasawuf dengan landasan ilmu yang dianutnya. Sehingga hal tersebut sangat berpengaruh pada bidang lainnya seperti fiqh, hadis dan tafsir. Pada masa ini pula bermunculan istilah-istilah seperti khauf, mahabbah, ma’rifah, hulul dan lain sebagainya. Dan sejak itu pula selanjutnya tasawuf telah menjadi lembaga atau disiplin ilmu yang mewarnai khazanah keilmuan dalam Islam, seperti halnya filsafat, hukum dan yang lainnya.
Sebagaimana disiplin ilmu lainnya, tasawuf telah melahirkan para ahli tasawuf yang telah memberikan atau melahirkan paham-pahamnya dalam bidang tasawuf. Di samping itu, telah banyak bermunculan karya-karya tafsir  produk ulama sufi. Di antara karya tafsir ulama sufi adalah al-Futuhat karya Ibn al-‘Arabi, Tafsir al-Qur’an al-Azim karya al-Tastari dan Haqaiq al-Tafsir karya al-Salmi.
Dua macam tasawuf yang telah disebutkan di atas, telah membawa pengaruh besar terhadap penafsiran al-Qur’an, sehingga muncul darinya apa yang dikenal sebagai tafsir sufi nazry dan tafsir sufi Isyari.


[1]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan Pustaka, 1992) hal…..239
[2] Ahmad bin Atha’illah As-Sakandary, Menggapai Tingkatan Shufi dan Waliyullah,(Surabaya: Ampel Mulia. 2005)hal…..2
[3] Manna Khalil Al-Qattan, StudiIlmu-Ilmu Qur’an, cetakan ke-12(Jakarta: Litera AntarNusa.2009)hal….23
[4] Nashruddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.